Sunday, January 24, 2010

Toyota Production System sebagai Nenek Moyang Lean Production

Toyota Production System (TPS) adalah pendekatan unik yang digunakan oleh perusahaan mobil Toyota dalam berproduksi. TPS merupakan dasar dari berbagai gerakan “lean production” yang telah mendominasi tren berproduksi selama kurang lebih 15 tahun belakangan ini, serta merupakan evolusi besar dalam proses bisnis yang efisien setelah sistem produksi masal yang diciptakan Henry Ford.

Dalam buku Lean Thinking, James Womack dan Daniel Jones mendefinisikan lean manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah, yaitu mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream, membuatnya “mengalir”, “ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk mencapai yang terbaik. Dengan demikian, untuk menjadi sebuah perusahaan manufaktur yang lean diperlukan suatu pola pikir yang berfokus untuk membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one-piece flow), suatu sistem tarik yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval waktu yang singkat, dan suatu budaya di mana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus menerus.

Pada awalnya, perusahaan mobil Toyota adalah sebuah perusahaan yang dikembangkan dari perusahaan produsen mesin tenun milik Keluarga Toyoda di Jepang. Perusahaan Toyoda produsen mesin tenun, Automatic Loom Works yang didirikan pada tahun 1926 oleh Sakichi Toyoda merupakan cikal bakal Toyota Motor Corporation. Pada masa itu, mesin tenun buatan Toyoda yang “bebas kesalahan” (fool proof) menjadi model yang paling populer, dan pada tahun 1929, Kiichiro Toyoda (putra Sakichi Toyoda) merundingkan penjualan hak paten mesin tenunnya dengan Platt Brothers (produsen utama peralatan tenun) senilai 100.000 Poundsterling. Pada tahun 1930, dengan menggunakan modal tersebut, Sakichi Toyoda mulai membangun Toyota Motor Corporation.

Kiichiro Toyoda meneruskan pembangunan Toyota Automotive Company berdasarkan filosofi dan pendekatan manajemen ayahnya (Sakichi Toyoda), namun ditambah pula dengan inovasinya sendiri. Sebagai contoh, Sakichi Toyoda adalah penemu Jidoka yang menjadi salah satu dari dua pilar TPS di kemudian hari, sedangkan Kiichiro Toyoda adalah menyumbangkan konsep Just-In-Time pada pilar TPS yang lain.

Dalam perjalanannya membangun perusahaan mobil, Perang Dunia II terjadi dan Jepang kalah. Amerika, sebagai negara pemenang dalam Perang Dunia II, pada saat itu menyadari bahwa Jepang akan memerlukan truk dalam jumlah besar untuk membangun kembali negaranya yang hancur karena perang. Amerika lalu membantu Toyota untuk memulai memproduksi truk kembali. Pada tahun 1948, terjadi inflasi yang sangat tinggi yang membuat uang menjadi tidak berharga serta sangat sulit untuk mendapatkan pembayaran dari pelanggan, sehingga pada tahun itu hutang perusahaan Toyota mencapai delapan kali lebih besar daripada nilai total perusahaannya. Keadaan yang ironis tersebut membuat Toyota memotong gaji para karyawannya untuk menghindari pemutusan hubungan kerja, akan tetapi perusahaan tetap tidak bisa bertahan, hingga akhirnya Kiichiro Toyoda mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden direktur Toyota Automotive Company sebagai tanggung jawabnya atas kegagalan perusahaan tersebut, walaupun pada kenyataannya masalah itu berada di luar kendalinya atau kendali siapapun. Namun pengorbanan pribadinya tersebut membantu meredakan ketidakpuasan para pekerja di Toyota, sehingga makin banyak para pekerja yang mengundurkan diri dari perusahaan secara sukarela.

[Via http://kopirasaduren.wordpress.com]

No comments:

Post a Comment